Legenda Gluthek Glenthung
Alkisah, pada suatu masa di sebuah kota hiduplah seorang saudagar yang kaya raya namun kikir dan sombong. Ia memiliki seorang anak perempuan yang sangat cantik bernama Esrek. Sayang, walaupun cantik ternyata ia mewarisi sifat-sifat sang ayah, kikir dan sombong.
Kecantikan Esrek tersebar ke seluruh penjuru negeri bahkan hingga ke manca negara. Banyak sudah pria yang datang untuk meminang Esrek, dari yang berusia muda hingga tua, dari yang kaya hingga yang miskin, dari dalam negeri hingga luar negeri, namun semua pelamar kembali dengan hati kecewa karena tidak ada seorangpun yang diterima.
Tersebutlah di sebuah desa, ada seorang pemuda yatim piatu yang hidup miskin. Ia berwajah sangat buruk dan kakinya timpang. Pemuda itu bernama Gluthek Glenthung. Walau buruk rupa, cacat dan miskin, Gluthek Glenthung juga ingin mencoba peruntungannya untuk meminang Esrek.
Suatu hari, setelah mengenakan pakaian terbaik yang ia punya, itupun sudah compang-camping, Gluthek Glenthung berangkat untuk meminang Esrek. Dengan terpincang-pincang ia berjalan ke kota menuju rumah Esrek. Di sepanjang jalan semua orang menertawakan dan mengejek Gluthek Glenthung.
"Lihat, pemuda tertampan di desa akan meminang Esrek, alangkah serasinya....ha..ha....", teriak seorang pemuda kepada teman-temannya ketika melihat Gluthek Glenthung di jalan.
Teman-temannya riuh tertawa, bahkan ada yang melempar batu kerikil kepada Gluthek Glenthung. Namun Gluthek Glenthung tidak menanggapinya dan terus berjalan.
Sampai di rumah Esrek, belum lagi ia mengucapkan sesuatu, ia sudah mendengar sumpah serapah keluar dari mulut Esrek mengusir dan mengata-ngatai.
"Hai....muka buruk, berani-beraninya kamu datang kerumahku. Sudah buruk, kaki timpang, miskin lagi...," celoteh si Esrek dengan berkacak pinggang di pintu depan rumahnya. Tanpa mengatakan sesuatu, Gluthek Glenthung meninggalkan rumah Esrek.
Esoknya, Gluthek Glenthung menangkap seekor lalat hijau yang besar. Kemudian dibawanya lalat hijau itu ke rumah Esrek. Sesampai di rumah Esrek, ia disambut lagi dengan sumpah serapah.
Namun ia memberanikan diri berkata,”Jangan marah Esrek, aku hanya ingin menitipkan lalat hijau ini”.
Karena tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan Gluthek Glenthung yang menjijikkan, Esrekpun berkata,”Ya sudah, sana taruh saja di kandang”. Gluthek Glenthung pun menurut dan meletakkan lalat hijau tersebut ke dalam kandang ayam.
Keesokan harinya Gluthek Glenthung berniat menengok lalat hijaunya. Ternyata lalat tersebut sudah dimakan oleh seekor ayam milik Esrek. Ia protes kepada Esrek karena lalat hijaunya mati dimakan ayam.
Esrek dengan ketus dan tanpa pikir panjang mengatakan,”Ya sudah, ambil saja ayam itu menjadi milikmu dan sana cepat pergil, mukamu membuatku ingin muntah rasanya.”
Tanpa banyak cakap Gluthek Glenthung mengambil ayam itu. Lalu katanya kepada Esrek,"Esrek...aku titipkan ayam ini di sini ya, aku takut ayamku nanti lari kabur melihat wajahku..".
Esrek yang muak melihat Gluthek Glenthung, berkata, "Terserah..sana taruh di belakang ada kandang kerbau".
Esok harinya Gluthek Glenthung melihat ayam yang dititipkan di kandang kerbau milik Esrek. Ternyata ayam miliknya mati terinjak kerbau. Ia pun protes dan cerita berulang, karena ayam miliknya diinjak si kerbau hingga mati. Dan Esrekpun merelakan kerbau miliknya, "Toh kerbauku banyak" pikir si Esrek. Kerbau itupun menjadi milik Gluthek Glenthung.
Kemudian kerbau dititipkan lagi, Esrek menyuruh untuk mengikatkan di bawah pohon. Gluthek Glenthung memilih mengikatkan kerbau di bawah sebatang pohon durian yang yang besar dan tinggi. Pohon itu sedang berbuah lebat dan waktunya panen.
Malam itu terjadilah hal yang tak disangka-sangka. Sebuah durian paling besar runtuh dari pohon yang tinggi dan menimpa tepat di kepala kerbau yang terikat di bawahnya. Karena tertimpa durian yang besar itu, kerbau itupun mati akibat luka di kepalanya.
Di pagi hari berikutnya Gluthek Glenthung datang untuk melihat kerbaunya. Alangkah terkejutnya ia melihat kerbaunya telah terbaring dan tidak bernapas lagi. Ia melihat sebuah durian besar tergeletak di samping kerbaunya yang mati berlumuran darah yang keluar dari kepalanya. Ia pun kemudian mendatangi rumah Esrek dan memanggil-manggil Esrek sambil berkata, "Esreeek....kerbauku mati tertimpa buah durian di kebunmu.
Esrekpun seperti biasa berteriak dari dalam rumah,"Ambil buah durian itu sebagai ganti kerbaumu dan segera pergi dari sini...cepaaat. dan bawa sekalian bangkai kerbaumu", teriak Esrek.
Gluthek Glenthung segera mengambil buah durian yang besar itu dan kemudian , "Esreek....buah durian ini kutitipkan dulu ya, kalau sudah matang aku ambil," Gluthek Glenthung berteriak.
Dengan sebal Esrek berteriak,”Sudah sana taruh semaumu!”.
Gluthek Glenthung-pun kemudian meletakkan buah durian di dalam rumah Esrek, di sudut di bawah meja di dapur. Kemudian ia kembali ke bawah pohon durian untuk menguburkan kerbaunya yang mati.
Beberapa hari kemudian, Esrek masuk ke dapur. Jarang ia masuk dapur karena semua sudah dikerjakan oleh para pembantunya. Di situ ia mencium harum buah durian masak. Ia mencarinya, dan tidak berapa lama ditemukannya sebuah durian besar yang berbau harum. Di bawah sebuah meja. Tanpa pikir panjang dimakannya buah durian itu sampai habis.
Selang beberapa hari, Gluthek Glenthung datang ke rumah Esrek dan mencari buah durian miliknya yang diletakkan di atas meja di dapur. Alangkah terkjutnya ia melihat bahwa duriannya sudah lenyap dan di bawah meja tersisa kulit durian.
Dengan segera Gluthek Glenthung mencari Esrek dan dengan terbata-bata mengatakan kepada Esrek bahwa duriannya sudah habis dimakan orang yang ada di rumah Esrek. Esrek yang sudah lupa dengan kejadian ia makan buah durian di dapur, dengan kemarahan yang meluap-luap Esrek berteriak,”Ya sudah sana ambil orang yang makan durianmu dan cepat pergi dari rumahku, ingat ini terakhir kalinya kau boleh menginjak rumahku!”
Dengan nada sedih Gluthek Glenthung berkata,”Baiklah Esrek, aku berjanji ini adalah kali terakhir aku menginjak rumahmu. Namun sebelum pergi perkenankan aku membawa orang yang telah makan buah durianku.”
Esrek kembali berteriak,”Cepaaaaaat…bawa orang itu, pembantu mana yang makan, bawa saja dan perlakukan semaumu tapi kau harus cepat pergi dari hadapanku, aku bersumpah takkan menghalangimu, manusia buruk rupa..”
"Benarkah janjimu dan sumpahmu itu Esrek?, tanya Gluthek Glenthung.
Esrek keluar dari rumahnya menemui Gluthek Glenthung dengan muka merah padam karena marah dan muak.
"Ya...itu janjiku. Carilah sendiri, yang mana yang makan durianmu, dan bawalah dia," ujar si Esrek sambil berkacak pinggang.
"Buah duriannya aku letakkan di bawah meja di dapurmu Esrek, siapa yang makan,? tanya Gluthek Glenthung.
Dengan mata terbelalak dan suara terbata-bata Esrek menjawab,"Akk...u, aaaaku...yang makan".
“Kalau begitu Esrek, sesuai janjimu ikutlah denganku karena karena kaulah yang telah makan buah durian milikku.” Jawab Gluthek Glenthung tegas.
Termakan sumpah dan janjinya, Esrekpun terpaksa ikut dan menjadi istri Gluthek Glenthung.
Hem…licik atau cerdik? Apapun, yang jelas Gluthek Glenthung berhasil menggaet Esrek yang cantik jelita menjadi istrinya.
(Dongeng di atas aku dapat dari ibuku yang dengan sabar dan penuh kasih selalu mendongeng untuk putra-putrinya menjelang tidur)
Cuthel - The End - Tamat
