Sore Berdarah di Dam Pedotan
Suatu hari, di desa Sukorejo ( di Banyuwangi selatan) dan desa-desa sekitarnya, beredar berita bahwa sore nanti pasukan patroli Belanda akan melalui desa-desa tersebut. Maka para tentara pejuang didukung para pemuda desa bersepakat untuk menghadang kedatangan pasukan Belanda tersebut.
Rencana disusun, penghadangan akan dilakukan di sekitar dam Pedotan yang dipandang paling strategis.
Dengan berbekal senjata seadanya, hanya ada beberapa senjata api milik tentara pejuang, sedangkan para pemuda hanya berbekal senjata tradisional seperti bambu, parang, dan senjata tajam lain berangkatlah para pejuang serta para pemuda desa ke lokasi yang telah ditentukan dan bersembunyi di sekitar dam Pedotan menuggu pasukan Belanda yang akan berpatroli melalui jalan utama.
Beberapa lama ditunggu, tidak tampak juga batang hidung para tentara Belanda. Tapi secara tidak terduga terdengar bunyi tembakan dari arah yang tidak diketahui. Para tentara dan pemuda kebingungan dan dalam sekejap terjadi kekacauan, ternyata pasukan Belanda datang dari arah lain dan agaknya telah mengetahui terlebih dulu bahwa ada rencana penghadangan oleh tentara pejuang dan para pemuda.
Para penghadang kocar-kacir, setelah mengadakan perlawanan sengit akhirnya tentara pejuang dan pemuda mundur masuk hutan. Dari bentrokan singkat tersebut dari pihak tentara dan pemuda jatuh korban jiwa sebanyak 11 orang. Tidak diketahui adanya korban dari pihak Belanda.
Kisah kepahlawanan sore berdarah ini benar-benar terjadi di daerah Banyuwangi bagian selatan tepatnya di daerah Pedotan Banyuwangi dan sebagaimana biasa kisah kecil seperti ini tidak pernah terekam dalam buku-buku sejarah.
Mudah-mudahkan catatan ini dapat mengingatkan masyarakat Banyuwangi, khususnya generasi penerus tentang kisah kepahlawanan yang terjadi di bumi Banyuwangi.
Samy